Bagi generasi lama alias
“tua”, sepatu Warrior jadi sepatu wajib dimiliki di masanya. Sepatu yang
diproduksi Shanghai Warrior Shoes Co. Ltd. Ini menguasai pasar sepatu olahraga
di Cina selama 50 tahun lebih hingga akhirnya menginvasi pasar Asia pada 1980-an.
Harganya yang murah namun awet jadi senjata andalan. Bahkan di Indonesia,
sepatu ini jadi primadona layaknya di negeri asalnya.
“Bagi saya, Warrior bukan
sekedar sepatu. Benda ini membuka kenangan masa kecil saya,” ujar pria paruh
baya bernama Xu kepada Shanghai Daily 2010 lalu. Waktu itu, Warrior
sedang membuka gerai di Distrik Yangpu, Shanghai, Cina. Saat saya kecil, ujar
Xu, Warrior adalah sepatu paling keren dan semua menginginkannya.

Iklan sepatu Warrior yang ditayangkan di koran lokal Cina era 1960-an.
Warrior punya berbagai
jenis sepatu. Namun, siluet paling legendaris adalah sepatu voli dengan dua
garis merah dan satu garis biru di bagian samping. Seiring berjalannya waktu,
sepatu ini masih laku terjual walau Xu menceritakan bahwa siluet itu jadi
sepatunya semasa kecil. Tak terbayang betapa tua usia siluet tersebut.
Sepatu ini memulai
perjalanannya pada 1935. Shanghai Warrior Shoes Co. Ltd. adalah anak perusahaan
karet masa itu. Nama Warrior dipilih karena maknanya mirip dengan prosa Hui Li
dalam bahasa Mandarin. Hui Li sendiri bermakna “kekuatan besar untuk menghadapi
kesulitan”.
Filosifi itu
menggambarkan perjalanan panjang Warrior. Mereka mampu bertahan di masa-masa
sulit seperti Perang Saudara, Masa Revolusi Cina hingga Perang Dunia II.
Berbagai kalangan tetap memilih Warrior karena keawetannya. Walau terdapat pula
merek sepatu Fei Yue yang juga mampu bertahan, Warrior tetap menunjukkan
dominasi di pasar.
Fei Yue merupakan merek
sepatu bersol karet (sneaker) terbesar kedua di Cina. Kala itu Fei Yue juga
menghadirkan sepatu olahraga. Desainnya hampir sama dengan Warrior. Kabarnya,
Fei Yue malah lebih ringan dari Warrior. Bedanya, mereka memproduksi sepatu
untuk memenuhi kebutuhan para petarung kung fu dan seni bela diri lain termasuk
memasok kebutuhan militer. Sedangkan Warrior lebih menembak pasar anak muda
yang hobi berolahraga, terutama basket dan voli. Kini, Fei Yue dikenal dengan
nama Double Star (Shuang Xing).
Sayangnya, masa keemasan
Warrior harus turun pada 1980-an. Terutama ketika imperialisme sepatu luar
negeri mulai masuk ke Cina. Sebut saja Nike, Puma, adidas, dan Reebok.
Tiba-tiba saja, Warrior kehilangan pamor akibat tak bisa bertahan dari
persaingan yang lebih ketat dan kejam. Pasar mulai meninggalkannya. Warrior pun
berakhir dengan menjadi pilihan bagi warga kelas menengah dan ke bawah. Pekerja
kasar, buruh, hingga pengemis membeli Warrior sementara kalangan menengah ke
atas lebih memilih produk impor tersebut.

Book of Warrior karya Ye Shumeng dirilis di butik kenamaan Colette, Paris, Prancis, berisi galeri sepatu Warrior digunakan di Eropa dan Cina. Di buku ini, terlihat perbandingan pengguna Warrior. Di Eropa, mereka menggunakannya untuk melengkapi tampilan bergaya retro. Sementara di Cina, penduduk menengah kebawah justru menggunakan Warrior untuk aktifitas berat harian.
Ajaibnya, Warrior tetap
bertahan dengan kondisi tersebut. Walau tidak memiliki strategi pemasaran
sebaik merek sepatu luar negeri, Warrior tetap bertahan setelah di cap sepatu
murah untuk kalangan bawah. Mereka dijatuhkan pasar, namun pasar jugalah yang
menyelamatkan pamornya.
Tepatnya pada 2006,
terdapat seorang penulis buku sekaligus pemerhati dunia busana, Ye Shumeng,
mencoba membuat buku tentang sepatu Warrior. Uniknya, ia terinspirasi dari
fakta bahwa Warrior diam-diam laris manis di kiblat gaya hidup busana dunia
sekelas London dan Paris. Shumeng yang bersekolah bidang busana di Paris
melihat sendiri kejadian itu. Warrior yang bernasib sebagai sepatu murah
kalangan bawah dijual dengan harga tinggi di sana.
Dua tahun kemudian, Ye
Shumeng merilis galeri foto berjudul “Book of Warrior”. Buku itu berisi
foto-foto anak muda Paris yang menggunakan Warrior dalam kesehariannya. Tak
hanya itu, ia juga menunjukkan bagaimana Warrior memberi pengaruh dalam
perkembangan dunia alas kaki di sana. Lebih dari itu, pembelian buku ini juga
mendapat bonus sepasang sepatu Warrior.
Meledaknya Warrior ini
dipantau lebih jauh oleh media-media di Paris. Majalah Elle edisi
Perancis bahkan menyebutkan bahwa Warrior bisa saja jadi kompetitor ketat
Converse. Warrior telah masuk pilihan untuk melengkapi penampilan gaya retro
yang saat itu sedang merebak di Eropa.
Setelah momen itu, pengaruh
Warrior di dunia gaya busana merebak ke Hollywood, Amerika Serikat. Artis papan
atas dunia sekelas Orlando Bloom, Anna Nicole Smith, hingga Brad Pitt
tertangkap kamera sedang asyik menikmati sore menggunakan Warrior. Pesaing
ketat Warrior, sepatu Fei Yue, juga terkena dampaknya. Paparazzi berhasil
mendapatkan foto Emma Watson dan Poppy Delevigne sedang menggunakannya.
Dengan pasar yang sudah
berhasil diraih kembali, Warrior ingin bergerak lebih jauh. Mereka ingin
meninggalkan kesan “sepatu murah untuk kalangan bawah” dengan melakukan rilis
ulang merek (rebranding) pada 15 September 2017. Nama Warrior kemudian
diganti dengan WOS33 (Warrior Ordinary Streetwear 33).
Dengan harga yang masih
jauh dibawah harga sneaker Eropa dan Amerika Serikat, WOS33 bisa masuk pilihan
bagi Anda yang ingin bergaya streetwear. Hal itu terbukti dengan penggiat
gaya busana yang bergaya menggunakan WOS33 Original Basketball di
ajang Paris Fashion Week 2017.
Daripada beli Nike atau
Vans kw, mending beli WOS33 saja. Harganya beda tipis, malah kadang lebih
murah. Budayakan bersepatu orisinal.
Posting Komentar